Keluarga LK3 Mandiri Pasundan Sahate Mengucapkan Selamat Menjalankan Ibadah Puasa Ramadhan 1433 H

12 Desember 2011

Pekerja Sosial


Dalam masyarakat, konotasi Pekerja Sosial bervariasi. Paling tidak ada tiga pandangan tentang Pekerja Sosial. Pandangan pertama melihat Pekerja Sosial sebagai setiap orang yang melakukan kegiatan sosial, yaitu kegiatan menolong orang lain tanpa pamrih, tanpa mengharapkan imbalan, berdasarkan rasa kemanusiaan, dan ajaran agama. Pandangan kedua melihat Pekerja Sosial sebagai orang lulusan atau alumni perguruan tinggi jurusan kesejahteraan sosial atau pekerjaan sosial. Mereka telah mengikuti pendidikan formal minimal strata satu (S1) atau Diploma IV (DIV). Mereka dapat bekerja di lembaga pemerintah, swasta, maupun praktik mandiri. Pandangan ketiga melihat Pekerja Sosial sebagai orang yang menduduki jabatan fungsional Pekerja Sosial. Jabatan fungsional Pekerja Sosial diperuntukan khusus bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS), sehingga Pekerja Sosial dalam konteks ini adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas dan tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pelayanan kesejahteraan sosial dan pengembangan kualitas pelayanan kesejahteraan sosial di lingkungan instansi pemerintah maupun pada badan atau organisasi sosial lainnya. Untuk itu, kedudukan Pekerja Sosial adalah sebagai pelaksana teknis fungsional, yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesejahteraan sosial pada instansi pemerintah maupun badan/ organisasi sosial lainnya. Pembahasan Pekerja Sosial di sini, lebih memfokus kepada pandangan yang ketiga ini.

(baca lengkap, Klik kembali Judul diatas)

TUGAS POKOK PEKERJA SOSIAL

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: KEP/03/M.PAN/1/2004 menyatakan bahwa tugas pokok Pekerja Sosial adalah menyiapkan, melakukan, dan menyelesaikan kegiatan pelayanan kesejahteraan sosial dan pengembangan kualitas pelayanan kesejahteraan sosial. Tugas pokok untuk menyiapkan, melakukan, dan menyelesaikan kegiatan pelayanan kesejahteraan sosial dilakukan oleh Pekerja Sosial tingkat terampil, sedang tugas pokok untuk menyiapkan, melakukan, dan menyelesaikan kegiatan pengembangan kualitas pelayanan kesejahteraan sosial dilakukan oleh Pekerja Sosial tingkat ahli. Walaupun demikian, Pekerja Sosial tingkat ahli juga melakukan pembinaan dan supervisi terhadap Pekerja Sosial tingkat terampil dalam pelaksanaan pelayanan kesejahteraan sosial.

Pelayanan kesejahteraan sosial di sini diartikan sebagai serangkaian kegiatan pelayanan yang ditujukan untuk membantu individu, keluarga, kelompok, organisasi, dan masyarakat yang membutuhkan atau mengalami permasalahan sosial, baik yang bersifat pencegahan, perlindungan, pemberdayaan, pelayanan dan rehabilitasi sosial, maupun pengembangan, guna mengatasi permasalahan yang dihadapi, dan atau memenuhi kebutuhan secara memadai, sehingga mereka mampu melaksanakan fungsi sosial. Pelayanan kesejahteraan sosial dilakukan melalui enam tahap utama yaitu: (1) Pendekatan awal (engagement, intake, contact, and contract), (2) Pengungkapan dan pemahaman masalah (assessment), (3) Penyusunan rencana pemecahan masalah (plan of intervention), (4) Pelaksanaan pemecahan masalah (intervention), (5) Evaluasi, terminasi dan rujukan, serta (6) Bimbingan dan pembinaan lanjut. Kegiatan melaksanakan pelayanan kesejahteraan sosial kepada klien tersebut dalam istilah pekerjaan sosial sering disebut sebagai pemberian pelayanan secara langsung (direct services).

Pengembangan kualitas pelayanan kesejahteraan sosial adalah berbagai kegiatan yang dilaksanakan secara terencana dan sistematis dalam rangka meningkatkan dan menghasilkan kualitas pelayanan kesejahteraan sosial yang lebih baik, melalui pengkajian kebijakan dan penyusunan rencana pelayanan kesejahteraan sosial, pengembangan model pelayanan kesejahteraan sosial, dan evaluasi program pelayanan kesejahteraan sosial. Dalam pengkajian kebijakan dan penyusunan rencana pelayanan kesejahteraan sosial, Pekerja Sosial melakukan kegiatan: (1) menyusun rancangan kegiatan pengkajian atau perencanaan pelayanan, (2) menyusun instrumen pengkajian kebijakan dan perencanaan pelayanan, (3) memberi konsultasi dalam pengkajian kebijakan dan perencanaan pelayanan, (4) Melaksanakan pengkajian kebijakan pelayanan pada tingkatan mikro dan makro, (5) menyusun rencana pelayanan pada tingkatan mikro dan makro, serta (6) mensosialisasikan laporan hasil pengkajian dan penyusunan rencana pelayanan. Dalam pengembangan model pelayanan kesejahteraan sosial, Pekerja Sosial melakukan kegiatan: (1) menyusun konsep/draf model pelayanan, (2) melaksanakan uji coba model pelayanan, (3) merumuskan dan mengembangkan model pelayanan pada tingkatan mikro dan makro, (4) menyusun laporan hasil uji coba model pelayanan, serta (5) mensosialisasikan laporan hasil uji coba model pelayanan. Dalam evaluasi program pelayanan kesejahteraan sosial, Pekerja Sosial melakukan kegiatan: (1) menyusun rancangan evaluasi program pelayanan, (2) instrumen evaluasi program pelayanan, (3) melaksanakan evaluasi program pelayanan, (4) menyusun laporan hasil program evaluasi pelayanan, dan (5) mensosialisasikan laporan hasil evaluasi program pelayanan. Kegiatan pengembangan kualitas pelayanan kesejahteraan sosial tersebut sering dinamakan kegiatan pemberian pelayanan tidak langsung (indirect services)

Tugas pokok tersebut dilaksanakan Pekerja Sosial pada berbagai bidang pelayanan, seperti: (1) Pelayanan kesejahteraan anak, remaja, keluarga, dan lanjut usia; (2) Pelayanan pengembangan kelompok dan organisasi; (3) Pelayanan pengembangan komunitas dan masyarakat; (4) Pelayanan pemeliharaan penghasilan (bantuan sosial, asuransi sosial, dsb); (5) Pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi eks pelanggar hukum dan perilaku menyimpang (tuna sosial); (6) Pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang cacat (fisik, netra, rungu, dan mental); (7) Pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi eks pasien penyakit kronis dan menular; (8) Pelayanan kesejahteraan sosial di bidang industri, dunia usaha, dan dunia kerja; (9) Pelayanan kesejahteraan sosial di bidang kesehatan umum dan jiwa; serta (10) Pelayanan kesejahteraan sosial di bidang pendidikan/ sekolah.

Pekerja Sosial dapat melaksanakan tugas pokoknya pada berbagai lembaga pelayanan, baik di lembaga-lembaga pelayanan kesejahteraan sosial milik pemerintah maupun masyarakat (swasta). Selain itu, pelayanan Pekerja Sosial juga dapat dilakukan pada berbagai kategori masyarakat, baik masyarakat perdesaan (rural), nelayan, pinggiran (sub-urban), dan perkotaan (urban) maupun komunitas adat terpencil.

Banyak orang melihat bahwa Pekerja Sosial hanya bekerja di panti-panti sosial. Pandangan tersebut tidaklah benar, karena Pekerja Sosial dapat bekerja di panti-panti sosial (institutional based services) maupun di berbagai lapisan dan kelompok masyarakat (community based services).

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BAGI PEKERJA SOSIAL

Untuk dapat melaksanakan tugas pokoknya dengan baik, Pekerja Sosial harus selalu meningkatkan wawasan, pengetahuan, sikap, dan keterampilan profesionalnya. Upaya peningkatan tersebut, sebaiknya tidak dibebaskan semaunya Pekerja Sosial, tetapi harus dirancang secara sistematis oleh lembaga pendidikan dan pelatihan yang terakreditasi baik. Selama ini, banyak sekali Pekerja Sosial yang belum pernah mendapatkan pendidikan dan atau pelatihan. Sangat minim institusi tempatnya bekerja maupun lembaga pendidikan dan pelatihan yang memfokuskan pada peningkatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan Pekerja Sosial. Jika ada, itupun terfokus hanya di sekitar lokasi lembaga pendidikan dan pelatihan. Alasannya jelas, ketidakmampuan membiayai transportasi peserta diklat.

Saat ini, sudah ada sekitar 32 lembaga pendidikan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan pekerjaan sosial. Mereka ada yang termasuk dalam Perguruan Tinggi Negeri (PTN), Perguruan Tinggi Swasta (PTS), maupun Perguruan Tinggi Kedinasan (PTK). Mereka tersebar hampir di seluruh provinsi, termasuk provinsi Papua.

Sedang untuk lembaga pelatihannya, Depsos telah mempunyai sebuah Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial di Jakarta, dan enam buah Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (B2P2KS), yang berada di Padang, Bandung, Jogyakarta, Banjarmasin, Makassar, dan Papua. Sebelum Depsos dilikuidasi, pelatihan bagi para Pekerja Sosial hanya dilaksanakan oleh B2P2KS Bandung, yang dulu namanya Balai Pendidikan dan Pelatihan Profesi Pekerjaan Sosial. Sekarang ini, semua B2P2KS melaksanakan pelatihan bagi Pekerja Sosial.

Pendidikan bagi Pekerja Sosial hendaknya tidak terbatas pada S1 dan S2, sebaiknya hingga S3. Khusus STKS Bandung, sebagai lembaga pendidikan tinggi kedinasan milik Depsos, sebaiknya lebih memfokuskan kepada pengembangan pendidikan spesialis, baik Sp1 maupun Sp2. Jika ingin mengembangkan pendidikan strata, sebaiknya bekerja sama dengan perguruan tinggi pekerjaan sosial dalam negeri atau pun luar negeri yang mempunyai akreditasi terpuji (ketentuan Depdiknas tidak mengizinkan perguruan tinggi kedinasan menyelenggarakan program strata, tetapi hanya profesi). Upaya untuk menyelenggarakan pendidikan program strata secara mandiri, hanya akan menghabiskan tenaga, biaya, dan waktu. Karena berbenturan dengan peraturan perundang-undangan yang memang membatasi dan mengebiri pendidikan tinggi kedinasan.

Lembaga pelatihan bagi Pekerja Sosial, seperti Pusdiklat Kesos dan Balai-balai Besar Diklat Kesos, sebaiknya berkonsentrasi kepada diklat Pekerja Sosial yang menjadi core profession dan diklat service setting,

Untuk dapat melaksanakan berbagai jenis diklat di atas, maka lembaga-lembaga diklat Depsos harus menyiapkan empat instrumen inti diklat berikut ini: Pertama adalah menyusun Kurikulum Diklat Pekerja Sosial. Penyusunan kurikulum diklat Pekerja Sosial harus berlandaskan kepada kebutuhan lapangan, yaitu tugas-tugas apa saja yang harus dikerjakan oleh Pekerja Sosial. Pengetahuan, sikap, dan keterampilan apa saja yang dibutuhkan untuk dapat melaksanakan tugas-tugas tersebut. Pengetahuan, sikap, dan keterampilan apa saja yang sudah dimiliki. Ketimpangan antara pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dibutuhkan dengan yang dimiliki merupakan kebutuhan diklat Pekerja Sosial. Dengan mengetahui pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dibutuhkan, maka dapat segera disusun kurikulumnya, yaitu menetapkan tujuan diklat, materi-materi yang akan diberikan, cara mengorganisasi materi, dan cara mengevaluasi keberhasilannya.

Kedua, adalah menetapkan Fasilitator Diklat Pekerja Sosial. Fasilitator mempunyai posisi strategis bagi keberhasilan diklat. Walaupun kurikulum sudah baik, tetapi jika dilaksanakan oleh fasilitator atau widyaiswara yang kurang kompeten, maka hasil kurikulum tidak akan optimal. Kondisi empirik menunjukan bahwa, jumlah dan kualitas widyaiswara di lembaga-lembaga pelatihan Depsos (untuk dapat melaksanakan diklat Pekerja Sosial) relatif kurang memadai, sehingga diperlukan komitmen pimpinan Depsos untuk merekrut Pekerja-pekerja Sosial terbaik menjadi widyaiswara. Bukan seperti sekarang yang lebih sering merekruit pejabat yang mau pensiun, diperpanjang masa kerjanya menjadi widyaiswara. Kemampuan fasilitator di bidang substansi pekerjaan sosial dan metodologi pembelajaran, ditambah dengan penampilan diri yang terpuji dan motivasi yang tinggi untuk terus belajar dan bekerja mandiri, mempungai pengaruh yang signifikan terhadap keberhasilan diklat Pekerja Sosial.

Ketiga, adalah mengembangkan Media Pembelajaran Diklat Pekerja Sosial. Media pembelajaran diklat Pekerja Sosial hendaknya tidak terbatas pada yang konvensional, seperti: modul dan hand-out semata, tetapi dapat dikembangkan berbagai permainan (games) dan film pembelajaran. Hal ini untuk menarik perhatian dan partisipasi peserta diklat. Kemajuan teknologi informatika, seperti: internet dan e-learning dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran ini. Oleh sebab itu, pimpinan lembaga diklat harus mau mengubah mindset pembelajaran, mempunyai komitmen yang tinggi, dan mempunyai paradigma baru di bidang ini. Media pembelajaran berkaitan dengan pembelajaran dalam kelas maupun lapangan (field learning).

Keempat adalah penyediaan Sarana dan Prasarana Diklat Pekerja Sosial. Sarana-prasarana diklat yang dimaksud bukan hanya berupa ruang kelas dan ruang diskusi, tetapi juga mencakup laboratorium kelas maupun lapangan. Labotarorium tersebut harus dilengkapi dengan perlengkapannya. 

Perlu disadari, bahwa tidak mungkin Depsos mampu melaksanakan diklat Pekerja Sosial sendirian. Kewenangan penyelenggaraan diklat, khususnya diklat bagi Pekerja Sosial tingkat terampil, dapat didelegasikan kepada badan-badan diklat lembaga/ departemen lain. Untuk itu, Depsos lebih baik memfokuskan kepada penyelenggaraan diklat Pekerja Sosial tingkat ahli. Namun yang paling penting adalah, Depsos harus mampu mengendalikan standar kualitas diklat tersebut, melalui tujuh instrumen, yaitu: (1) mengembangkan kurikulum, modul, dan materi pembelajaran, (2) menetapkan standar kompetensi dan integritas fasilitator/ widyaiswara dan supervisor, (3) menyelenggarakan diklat TOT, (4) mengakreditasi badan/ lembaga diklat lain yang ingin menyelengarakan diklat Pekerja Sosial, (5) mensupervisi penyelenggaraan diklat yang dilakukan oleh badan diklat lain, (6) menyelenggarakan ujian dan penilaian, serta (7) memberikan sertifikat atau Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan (STTPP).

PENGEMBANGAN KARIER PEKERJA SOSIAL

Pekerja Sosial sebagai jabatan fungsional, kariernya tidak harus dibatasi hanya sampai IV/c atau Pekerja Sosial Madya. Di masa depan, jabatan fungsional Pekerja Sosial harus diperjuangkan sampai ke jabatan maksimal, seperti halnya profesi lain, yaitu sampai Pekerja Sosial Utama (IV/e). Untuk itu, para Pekerja Sosial harus mampu menunjukan bahwa kinerjanya benar-benar profesional dan tidak sembarang orang dapat melakukannya. Oleh sebab itu, Pekerja Sosial harus senantiasa meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan ilmu pekerjaan sosial, baik melalui pengembangan pribadi, pembinaan atasan dan lembaga, mengikuti berbagai kegiatan ilmiah (seminar, lokakarya, penelitian, dsb), serta mengikuti pendidikan dan pelatihan pekerjaan sosial. Ilmu pekerjaan sosial terus berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat dan kemajuan disiplin ilmu yang lain. Pekerja Sosial harus terus belajar sepanjang hayatnya (life long learning).

Ke depan, jika jumlah Pekerja Sosial sudah memadai, maka rekruitmen Pekerja Sosial harus benar-benar bagi mereka yang berlatarbelakang pendidikan pekerjaan sosial. Hal ini akan mempermudah dalam pembinaan dan pengembangan karier dan kinerja Pekerja Sosial, di samping meningkatkan citra Pekerja Sosial.

KESEJAHTERAAN PEKERJA SOSIAL

Suatu jenjang jabatan harus diperhatikan kesejahteraannya (renumeration). Kesejahteraan berkaitan dengan besarnya tunjangan jabatan maupun penghargaan lainnya. Depsos sebagai pembina Pekerja Sosial perlu memperjuangkan tunjangan jabatan Pekerja Sosial. Saat ini, besarnya tunjangan jabatan Pekerja Sosial berkisar antara dua ratus ribu hingga enam ratus ribu rupiah (Rp 200.000,00 – Rp 600.000,00). Jika dilihat dari besarnya nominal rupiah, memang telah terjadi peningkatan dibanding dengan ketentuan tunjangan jabatan sebelumnya. Namun sebaiknya, perlu terus diperjuangkan, agar besarnya tunjangan jabatan Pekerja Sosial dapat setara dan sepadan dengan profesi lain. Hal itu disebabkan karena besar dan beratnya beban kerja, serta resiko pekerjaan yang dihadapi tidak kalah dengan profesi-profesi lainnya.

Di samping itu, perlu dikembangkan budaya atau iklim penghargaan terhadap Pekerja Sosial. Kita harus mampu menciptakan budaya kerja agar Pekerja Sosial dapat menjadi pilar utama di lembaga-lembaga pelayanan kesejahteraan sosial (menjadi tuan rumah di rumahnya sendiri). Pekerja Sosial perlu dilibatkan dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelayananan kesejahteraan sosial. Pekerja Sosial perlu diundang dalam berbagai kegiatan seremonial lembaga. Pekerja Sosial yang berpangkat tinggi perlu diposisikan dan didudukan di tempat yang setara dengan pejabat struktural. Selain itu, agar Pekerja Sosial semakin dikenal di masyarakat, maka dapat dilakukan pemilihan Pekerja Sosial teladan, dan bagi pemenangnya, dapat diberi beasiswa atau tugas belajar untuk melanjutkan pendidikan di dalam atau pun di luar negeri. Mereka dapat diajak melakukan studi banding (comparative study) dan mengikuti pertemuan internasional (international meeting). Selain itu, mereka dapat diajak mengikuti peringatan Hari Kemerdekaan RI dan bertatapmuka langsung dengan Presiden RI. Semoga Pekerja Sosial benar-benar memberikan kontribusi bagi kehidupan berbangsa dan bermasyarakat.

sumber : depsos RI

1 komentar:

tommy mengatakan...

semoga kehadiran LK3 dapat membantu masyarakat penyandang masalah sosial.

Posting Komentar

silahkan berikan komentar disini

Template by:

Free Blog Templates